
Amerika Serikat sesungguhnya juga tidak terlepas dari praktik perdagangan yang tidak adil dari kacamata mitra dagangnya. Lembaga Export-Import Bank of the United States (EXIM) menyediakan fasilitas pembiayaan ekspor, asuransi, dan jaminan pembeli kepada produsen AS yang mengekspor barang modal, alat kesehatan, dan teknologi. Dengan biaya pembiayaan yang ditanggung negara dan perlindungan risiko yang dijamin pemerintah, produk-produk Amerika dapat masuk ke pasar Indonesia dengan harga kompetitif yang tidak mencerminkan kondisi pasar yang netral. Dalam laporan National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers (NTE) 2025, fasilitas ekspor EXIM disebut sebagai instrumen yang mempengaruhi kompetisi secara tidak seimbang, terutama di pasar negara berkembang.
Seluruh contoh ini memperlihatkan bahwa sistem perdagangan global tidak bekerja secara adil terhadap negara berkembang seperti Indonesia. Ketika negara-negara besar secara sistemik menggunakan perangkat kebijakan untuk mendorong ekspor produk mereka, Indonesia tidak dapat membiarkan industrinya bertarung dalam arena yang timpang tanpa instrumen pembelaan yang memadai.
Menyeimbangkan Kebijakan
TKDN adalah salah satu kebijakan yang dapat dilakukan pemerintah untuk menciptakan permintaan dalam negeri yang berpihak kepada produsen lokal. Kebijakan TKDN bukan bentuk penutupan pasar, melainkan bentuk dukungan agar pelaku industri nasional bertanding secara adil.
Dalam konteks inilah, pemerintah perlu menentukan arah kebijakan TKDN yang tidak hanya bertahan dari tekanan eksternal, tetapi juga mampu membangun daya saing jangka panjang.
Di tengah tekanan dari mitra dagang utama, khususnya Amerika Serikat, agar melonggarkan kebijakan TKDN, Indonesia tidak boleh kehilangan arah dalam membangun fondasi industrinya sendiri. TKDN seharusnya tidak dipandang sebagai hambatan perdagangan, melainkan instrumen kebijakan untuk melindungi pasar domestik dari sistem perdagangan global yang tidak netral. Jika negara-negara besar bebas menjalankan subsidi ekspor, pembiayaan murah, dan preferensi lokal terselubung, maka Indonesia memiliki justifikasi yang sama untuk menetapkan kewajiban penggunaan produk dalam negeri sebagai cara menjaga kesinambungan industrinya.
Namun demikian, mempertahankan TKDN tidak berarti menutup diri sepenuhnya dari sistem perdagangan global. Indonesia perlu mengembangkan pendekatan TKDN yang fleksibel dan adaptif. Relaksasi TKDN secara selektif perlu dipertimbangkan, terlebih apabila diiringi dengan kompensasi kebijakan dari negara mitra, baik dalam bentuk peningkatan akses pasar ekspor Indonesia, insentif relokasi produksi ke Indonesia, alih teknologi, atau partisipasi dalam pembangunan rantai pasok lokal. Pendekatan seperti ini telah dijalankan oleh Vietnam dan India, yang tetap membuka diri terhadap investasi asing namun dengan syarat keterlibatan lokal yang ketat dan disertai dukungan insentif fiskal dari negara investor.
Indonesia juga perlu memastikan bahwa kebijakan TKDN terintegrasi dalam ekosistem kebijakan industri yang utuh. TKDN tidak akan berdampak signifikan apabila tidak didukung oleh sistem insentif berdaya saing global, pembiayaan investasi jangka panjang, kebijakan teknologi/R&D, dan peningkatan kapasitas pelaku industri nasional.
Perlindungan melalui TKDN juga harus dibarengi dengan penguatan kebijakan perdagangan. Dalam banyak kasus, produk impor yang bersaing langsung dengan industri nasional masuk tanpa bea masuk atau pengamanan perdagangan yang memadai. Oleh karena itu, Indonesia harus mengintensifkan penggunaan instrumen trade remedies seperti safeguard, anti-dumping, dan countervailing duty secara strategis, berdasarkan justifikasi yang kuat. Saat ini, utilisasi instrumen tersebut masih rendah jika dibandingkan dengan negara-negara lain yang telah lebih dulu memproteksi pasar domestiknya secara aktif.
Kunci utamanya terletak pada kesetaraan kebijakan antarnegara. Jika Indonesia dipaksa melonggarkan TKDN, maka negara mitra dagang pun harus menghentikan praktik subsidi ekspor, membuka akses terhadap produk Indonesia, dan menghormati mekanisme perdagangan yang fair. Tanpa hal tersebut, pelonggaran TKDN justru akan mengundang kembali banjir produk impor yang melemahkan daya saing industri lokal. Dengan demikian, sikap yang harus diambil Indonesia bukanlah tunduk pada tekanan liberalisasi sepihak, melainkan memperkuat kebijakan industrinya secara struktural. TKDN perlu terus dipertimbangkan untuk menjadi instrumen perlindungan industri dalam negeri, tetapi dijalankan secara fleksibel, dan berbasis kepentingan strategis jangka panjang.
Penutup
Perdebatan mengenai kebijakan TKDN tidak dapat dilepaskan dari tarik-menarik antara kepentingan nasional dan tekanan global. Dalam sistem perdagangan internasional yang jauh dari kesetaraan, Indonesia perlu secara terus menerus melakukan perlindungan industri dalam negeri. Ketika negara-negara maju secara aktif melindungi dan memajukan industri mereka dengan berbagai instrumen fiskal dan regulasi, Indonesia pun perlu memastikan bahwa industrinya juga tumbuh di atas fondasi yang kokoh dan berkelanjutan. Dalam konteks inilah, TKDN harus terus dipertimbangkan sebagai salah satu pilar kebijakan industri nasional, bukan sebagai hambatan perdagangan seperti yang kerap digambarkan oleh sebagian mitra dagang. Penerapan TKDN seyogyanya dilakukan secara fleksibel, sepanjang tersedia instrumen kebijakan yang setara untuk menjaga daya saing industri nasional. Relaksasi terhadap ketentuan TKDN tidak harus ditolak secara kaku, selama dibarengi dengan skema insentif fiskal, perlindungan pasar dalam negeri, jaminan investasi, dan dukungan lainnya yang memberikan kepastian tumbuh bagi pelaku usaha lokal sebagaimana arahan Presiden. Pemerintah perlu terbuka terhadap dialog dan penyesuaian, namun pada saat yang sama, harus tetap berpijak pada kepentingan jangka panjang: membangun basis industri nasional yang tangguh dan berdaya saing untuk mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul “TKDN: Buah Simalakama Pengembangan Industri Nasional (Bagian I)”, Klik untuk baca di Kompas: https://money.kompas.com/read/2025/04/25/125620126/tkdn-buah-simalakama-pengembangan-industri-nasional-bagian-i.