SMInsights: Berita Baja Mingguan (2–8  Agustus 2025)

SMInsights: Berita Baja Mingguan (2–8 Agustus 2025) mencerminkan awal Agustus yang diwarnai pergerakan harga berbeda antarwilayah dan produk, menandakan kompleksitas pasar baja global. Lonjakan ekspor baja China terus memicu respons protektif di berbagai negara, sementara tarif tinggi yang diberlakukan AS di bawah kebijakan Trump menambah tekanan pada arus perdagangan. Di tengah ancaman kelebihan kapasitas, sejumlah negara justru memperluas investasi, sedangkan transisi menuju green steel masih terpusat di kawasan maju.

I. Perkembangan Harga Baja

Berikut ringkasan singkat perkembangan harga produk baja utama selama 2–8 Agustus 2025 di berbagai wilayah kunci dari berbagai sumber: Mysteel, GMK Center, Argus Media, SteelMarketUpdate, SteelBenchmarker, Scrapmonster, serta publikasi harga resmi produsen besar.

Tiongkok menunjukkan pola harga beragam, dengan HRC ekspor bertahan di USD 490 per ton (↑ tipis) dan CRC stabil di USD 540. Galvanis domestik naik ke USD 580, coil berwarna tetap di USD 650, dan pipa di USD 620. Rebar turun ke USD 450 akibat lemahnya permintaan konstruksi, sedangkan scrap naik ke USD 380 mengikuti peningkatan penggunaan.

AS / Amerika Utara mencatat HRC turun ke USD 940, sementara CRC bertahan di USD 1.075. Galvanis naik ke USD 1.200, coil berwarna stabil di USD 1.350, dan pipa di USD 1.100. Rebar menguat ke USD 920 didorong proyek infrastruktur, sedangkan scrap bertahan di USD 370.

Uni Eropa menguat pada HRC ke USD 610 dan CRC ke USD 754, sementara galvanis stabil di USD 894 dan coil berwarna tetap di USD 1.000. Pipa melemah ke USD 940, rebar stabil di USD 594, dan scrap turun ke USD 300.

Turki bervariasi, dengan HRC naik ke USD 560 dan CRC stabil di USD 660. Galvanis turun ke USD 760, coil berwarna melemah ke USD 860, dan pipa turun ke USD 730. Rebar menguat ke USD 570, sedangkan scrap bertahan di USD 345.

India mempertahankan HRC di USD 575, namun CRC turun ke USD 644. Galvanis melemah ke USD 700, coil berwarna tetap di USD 800, dan pipa turun ke USD 510. Rebar naik ke USD 595, sementara scrap menguat ke USD 400.

ASEAN relatif lemah, dengan HRC bertahan di USD 495 dan CRC turun ke USD 540. Galvanis melemah ke USD 645, coil berwarna stabil di USD 820, dan pipa turun ke USD 650. Rebar naik ke USD 620, sedangkan scrap stabil di USD 355.

Timur Tengah stabil di level tinggi, dengan HRC di USD 600 dan CRC turun ke USD 690. Galvanis bertahan di USD 780, coil berwarna tetap di USD 820, dan pipa tidak berubah di USD 820. Rebar tetap di USD 675, sedangkan scrap stabil di USD 350.


Secara keseluruhan, pekan 2–8 Agustus menunjukkan pola campuran: Tiongkok beragam antar produk; Amerika Utara dan Turki mengalami koreksi pada produk flat; Uni Eropa naik terbatas pada HRC/CRC dengan penurunan pada pipa dan scrap; India dan ASEAN bergerak dalam koridor sempit—penurunan pada CRC/HDG/pipe dan kenaikan pada rebar; sementara Timur Tengah umumnya stabil.

Ringkasan Harga Baja (USD/ton)
Periode 2 – 8 Agustus 2025

Wilayah / ProdukHRCCRCGalvanised (HDG)Color-Coated (PPGI)Pipe (ERW / Line)RebarScrap
China490 ↑540 →580 ↑650 →620 →450 ↓380 ↑
AS / N. America940 ↓1 075 →1 200 ↑1 350 →1 100 →920 ↑370 →
Uni Eropa610 ↑754 ↑894 →1 000 →940 ↓594 →300 ↓
Turki560 ↑660 →760 ↓860 ↓730 ↓570 ↑345 →
India575 →644 ↓700 ↓800 →510 ↓595 ↑400 ↑
ASEAN495 →540 ↓645 ↓820 →650 ↓620 ↑355 →
Timur Tengah600 →690 ↓780 →820 →820 →675 →350 →

Catatan:

  • Angka adalah kisaran harga rata-rata transaksi (atau penawaran dominan) dalam USD selama pekan 2 – 8 Agustus 2025.
  • Kriteria “→” = perubahan < 0,5 % terhadap pekan lalu

II. Perkembangan Perdagangan Baja Global (2–8 Agustus 2025)

Tiongkok
Tiongkok terus mencatat ekspor baja yang agresif. Pada Juli 2025, ekspor mencapai 9,84 juta ton—naik 1,6% dibanding Juni. Secara kumulatif, ekspor periode Januari–Juli mencapai 67,98 juta ton atau tumbuh 11,4% secara tahunan. Produk HRC mendominasi ekspor, sementara ekspor billet melonjak hampir tiga kali lipat dibanding tahun lalu, banyak diarahkan ke Asia Tenggara dan Timur Tengah. Sebaliknya, impor baja terus melemah, hanya 0,45 juta ton pada Juli, dengan total tujuh bulan sebesar 3,48 juta ton atau turun 15,7% dibanding periode yang sama tahun lalu.

Amerika Serikat / Amerika Utara
Impor baja Amerika Serikat mengalami penurunan signifikan akibat kebijakan tarif. Pada Juni 2025, total impor baja turun menjadi 2,25 juta ton (–9,6% m/m), dengan produk finished steel sebesar 1,64 juta ton. Selama semester I, total impor mencapai 14,62 juta ton atau turun 4,7% secara tahunan. Produk utama yang masih tinggi volumenya adalah wire-rod dan pipa untuk sektor energi. Pangsa impor terhadap konsumsi domestik menyusut menjadi sekitar 20%. Ekspor baja AS tetap rendah, hanya sekitar 1 juta ton pada semester I, terhambat daya saing harga dan tarif balasan.

Uni Eropa
Impor baja di Uni Eropa pada kuartal I 2025 tetap tinggi dan mencapai sekitar 27% dari total konsumsi. Impor produk flat seperti HRC turun 25% dibanding tahun lalu, namun CRC naik 26%, galvanis naik 9%, dan polymer-coated meningkat 24%. Untuk produk panjang, rebar mencatat kenaikan impor sebesar 21%. Lima negara pemasok utama UE adalah Turki (16%), Korea Selatan (14%), Vietnam (10%), Taiwan (9%), dan Tiongkok (8%), dengan ekspor Tiongkok ke UE naik 42% y/y. Ekspor baja dari UE stagnan, dan rencana tarif 50% dari AS terhadap baja Eropa diperkirakan akan memukul sekitar 3,8 juta ton ekspor tahunan UE ke pasar Amerika.

Turki
Kinerja ekspor baja Turki cukup positif, mencapai 7,7 juta ton selama semester I 2025 (naik 18,6% y/y) dengan nilai ekspor sebesar USD 5,2 miliar. Italia menjadi pasar utama untuk HRC Turki. Namun, impor juga melonjak tajam, mencapai 9,3 juta ton selama periode yang sama (naik 12,6% y/y), dengan lonjakan pada Juni mencapai 1,8 juta ton atau naik 52% dibanding Juni tahun lalu. Lonjakan impor ini terutama disebabkan masuknya HRC dan billet murah dari Tiongkok dan Rusia. Rasio ekspor terhadap impor menurun menjadi 73%, dan pelaku industri lokal mendesak penerapan proteksi karena margin produksi semakin tertekan.

India
Ekspor baja India menunjukkan pelemahan selama paruh pertama 2025, turun sekitar 24% dibanding tahun lalu. Pada Juni saja, ekspor tercatat 0,65 juta ton, turun 11% dibanding Mei. Penurunan ekspor terutama terjadi pada produk bernilai tambah seperti HRC dan CRC berlapis, akibat hambatan dari kuota Eropa dan tarif Amerika. Sebaliknya, ekspor billet dan slab mengalami lonjakan hingga dua kali lipat secara tahunan. Di sisi lain, impor baja India turun sekitar 14% selama semester I, membantu mempersempit defisit neraca perdagangan baja menjadi sekitar 0,7 juta ton. Permintaan domestik naik sekitar 9%, menjadi tumpuan utama produsen nasional.

ASEAN
Wilayah ASEAN tetap menjadi net-importer baja. Pada 2023, impor bersih mencapai sekitar 24,3 juta ton, turun tipis 1,3% dibanding tahun sebelumnya. Sepanjang semester I 2025, kawasan ini telah menyerap setidaknya 17 juta ton baja dari Tiongkok, setara dengan sekitar 26% dari total ekspor baja China. Di sisi ekspor, Vietnam—eksportir utama kawasan—mengalami penurunan ekspor menjadi 5,66 juta ton (–13% y/y) dengan nilai ekspor USD 3,7 miliar. Lemahnya permintaan global dan berbagai hambatan dagang turut memengaruhi kinerja ekspor kawasan. Beberapa negara ASEAN mulai mempertimbangkan kebijakan safeguard untuk melindungi industri domestik.

Timur Tengah (GCC)
Negara-negara Teluk masih mengalami defisit struktural dalam neraca baja. Arab Saudi diperkirakan akan banyak mengimpor baja seiring proyek-proyek besar seperti NEOM dan sektor energi. GCC masih mengimpor hampir seluruh kebutuhan HRC dan CRC, sedangkan produksi rebar sebagian besar dipenuhi dari pabrik lokal seperti Emirates Steel dan Hadeed. Eksportir utama ke kawasan ini adalah Tiongkok, Turki, dan India. Meskipun terdapat proyek pembangunan pabrik HRC di Arab Saudi dan UEA, kebutuhan jangka pendek tetap ditutupi melalui impor.

III. Kebijakan dan Trade Remedies (26 Juli – 1 Agustus 2025)

Amerika Serikat. Mulai 7 Agustus 2025, AS mengaktifkan tarif darurat berbasis IEEPA—tambahan 10 % untuk seluruh impor dan tarif spesifik hingga 35 % (Kanada) serta 41 % negara-negara tertentu; bea ini “menumpuk” di atas tarif Section 232 baja 50 % yang telah efektif sejak 4 Juni 2025 dan berlaku tanpa batas waktu.

Uni Eropa. Regulasi Pelaksana (EU) 2025/1711 tanggal 4 Agustus 2025 menetapkan bea anti-dumping sementara 63,2 %–118 % atas silinder baja tekanan tinggi asal Tiongkok; berlaku mulai 6 Agustus selama 6 bulan sambil menunggu keputusan final.

Kanada. Sejak 1 Agustus 2025 berlaku skema tariff-rate quota (TRQ) untuk seluruh baja (kecuali asal AS/Meksiko); impor di atas kuota dikenai surtax 50 %. Bersamaan, Kanada menambah surtax 25 % “melt-and-pour” terhadap produk yang bahan bakunya dilebur di Tiongkok. TRQ dijadwalkan berlaku sampai 26 Juni 2026.

India mengenakan bea safeguard sementara 12 % atas baja lembaran‐pelat paduan dan non-paduan; kebijakan diumumkan 5 Agustus dan berlaku 200 hari untuk menahan lonjakan impor murah.

Korea Selatan. Pada 7 Agustus 2025 legislatif mengajukan RUU “K-Steel Act” yang menetapkan sektor baja sebagai industri strategis, menyediakan subsidi investasi, pinjaman murah, “green-steel zones”, serta pengetatan aturan impor; langkah non-tarif ini disiapkan untuk melindungi produsen domestik dari tarif tinggi AS dan impor murah Tiongkok.


Ringkasan Trade Remedies

NegaraInstrumenBesaran utamaTanggal EfektifMasa Berlaku
ASSection 232 + tarif darurat IEEPA50 % (Section 232) + 10–41 % (IEEPA)4 Jun 2025 & 7 Agu 2025Tanpa batas (hingga dicabut)
Uni EropaBea AD sementara – silinder baja CN63,2 %–118 %6 Agu 20256 bulan (dapat jadi definitif)
KanadaTRQ + surtax over-quota; surtax “melt-and-pour”50 % (over-quota); 25 % (M&P)1 Agu 2025Hingga 26 Jun 2026 (TRQ); M&P indefinite
IndiaBea safeguard sementara12 % ad-valorem5 Agu 2025200 hari
Korea SelatanRUU “K-Steel Act” (subsidi, aturan impor)– (non-tarif)7 Agu 2025 (pengajuan)Berlaku permanen setelah disahkan

Selama tujuh bulan pertama 2025, peta kebijakan global menunjukkan gelombang proteksionisme baja yang makin kuat: AS mengenakan tarif multi-lapis, UE menyeimbangkan proteksi dengan pengecualian geo-strategis, Kanada dan Inggris mengencangkan kuota, India dan Brasil memilih safeguard serta investigasi, sementara Asia Timur—Korea, Tiongkok, Vietnam, Taiwan—mengandalkan kombinasi tarif dan legislasi industri. Konvergensi langkah ini menegaskan bahwa kelebihan kapasitas global, perang tarif AS, dan ketidakpastian permintaan telah mendorong negara-negara memilih instrumen dagang dan fiskal agresif untuk mempertahankan daya saing serta stabilitas industri baja domestik.

IV. Investasi & Green Steel

Meskipun sejumlah investasi dirancang untuk menjawab dua tujuan sekaligus, yaitu meningkatkan kapasitas produksi dan mengurangi emisi guna menghasilkan green steel, evaluasi yang cermat tetap diperlukan mengingat saat ini dunia menghadapi kelebihan kapasitas baja secara global. Evaluasi ini penting untuk mengidentifikasi proyek mana yang dilakukan dengan dasar kebutuhan riil penambahan kapasitas di masing-masing negara, dan mana yang berorientasi pada transisi hijau. Pemahaman yang jelas atas peta proyek ini akan membantu membaca lanskap industri dan tantangan yang akan dihadapi ke depan.

Investasi Penambahan Kapasitas

Investasi ekspansi kapasitas baja secara global menunjukkan peningkatan signifikan sepanjang awal 2025. Negara-negara industri dan berkembang sama-sama memperkuat kapasitas domestik, baik untuk memenuhi lonjakan permintaan lokal maupun merebut peluang geopolitik seperti tren nearshoring.

Di Amerika Serikat, ArcelorMittal mengucurkan USD 1,2 miliar untuk membangun pabrik baja listrik non-orientasi (NOES) di Alabama guna mendukung sektor kendaraan listrik. Sementara itu, Hyundai Steel dari Korea Selatan berinvestasi USD 5,8 miliar untuk mendirikan pabrik baja otomotif baru berbasis EAF di Louisiana dengan kapasitas 2,7 juta ton per tahun—mengindikasikan pergeseran rantai pasok otomotif ke dalam negeri AS.

India menjadi pusat ekspansi terbesar secara volume. JSW Steel menjalankan ekspansi pabrik Dolvi yang akan menambah 5 juta ton per tahun sebelum 2027, dan ArcelorMittal–Nippon Steel India (AM/NS India) mulai membangun pabrik greenfield di Andhra Pradesh dengan kapasitas awal 7,3 juta ton, yang akan ditingkatkan menjadi 18 juta ton dalam satu dekade.

Meksiko mengonsolidasikan posisinya sebagai basis manufaktur baja kawasan Amerika Utara. DeAcero membangun pabrik EAF baru senilai USD 1,3 miliar dengan tambahan 1,2 juta ton kapasitas, sementara Frisa menyelesaikan perluasan pabrik baja SBQ menjadi 600 ribu ton. Gerdau juga merencanakan pabrik baru sebesar 600 ribu ton, dan ArcelorMittal Mexico menambah 1,3 juta ton kapasitas flat steel melalui proyek ekspansi di Lázaro Cárdenas.

Ekspansi juga terjadi di segmen spesialisasi: JSW dan JFE Steel dari Jepang mengembangkan produksi baja listrik (CRGO) untuk mendukung elektrifikasi nasional India, menambah kapasitas hingga 288 ribu ton per tahun. Di banyak kasus, meskipun proyek bertujuan menambah kapasitas, pemilihan teknologi (EAF, efisiensi energi) mencerminkan arah menuju proses produksi yang lebih bersih.

Investasi Green Steel

Gelombang kedua investasi pada periode ini berfokus pada green steel—yakni produksi baja berbasis teknologi rendah karbon. Negara-negara seperti Jepang, India, Finlandia, dan Vietnam menunjukkan langkah strategis untuk memulai atau memperluas produksi baja ramah lingkungan.

Jepang, melalui Nippon Steel, mengalokasikan USD 6 miliar untuk menggantikan tiga tanur tinggi dengan EAF berkapasitas total 2,9 juta ton. Proyek ini mendapat subsidi signifikan dari pemerintah dan merupakan transformasi mendasar dalam rantai produksi baja Jepang yang selama ini berbasis batu bara.

Vietnam menandai lompatan besar melalui proyek Xuan Thien Green Steel senilai USD 4,2 miliar, dengan kapasitas 9,5 juta ton per tahun. Kompleks baja ramah lingkungan ini dirancang menggunakan gas alam dan energi listrik terbarukan, serta transisi bertahap ke hidrogen hijau untuk pengurangan bijih besi, menjadikannya proyek green steel terbesar di Asia Tenggara.

India, melalui JSW Steel, mengumumkan program dekarbonisasi senilai USD 2 miliar dengan target pengurangan emisi 42 persen pada 2030. Pendekatan mencakup peningkatan bauran energi terbarukan, pemanfaatan scrap, dan eksplorasi teknologi berbasis hidrogen untuk masa depan.

Di Finlandia dan Norwegia, Blastr Green Steel memperkuat ekosistem baja ultra-rendah karbon melalui pembangunan pabrik baja 2,5 juta ton di Inkoo dan fasilitas pelet DRI 6 juta ton di Norwegia. Seluruh rantai nilai akan berbasis listrik terbarukan dan teknologi DRI-hidrogen.

Sementara itu, Polandia memfokuskan upaya dekarbonisasi pada tahap hilir produksi. ArcelorMittal Poland mengoperasikan dua tungku anil berbahan hidrogen yang mampu menurunkan emisi CO₂ hingga 50 persen, serta membangun fasilitas hidrogen onsite untuk mendukung lini galvanisasi.

Investasi Peningkatan Kapasitas

NegaraPerusahaan / ProyekJenis InvestasiNilai (US$)Mulai Konstruksi*Selesai (target)Tambahan Kapasitas
ASArcelorMittal Calvert, AlabamaPabrik NOES baru (electrical steel)1,2 miliarH2 20252027150 kt/tahun
ASHyundai Steel Donaldsonville, LouisianaPabrik EAF terpadu (lembaran otomotif)5,8 miliar2025 (ground-breaking)n/a†2,7 Mt/tahun
IndiaJSW Steel – Dolvi Phase IIIEkspansi brownfield (BF+HSM dll.)≈2,4 miliar2025Sep 2027+5 Mt/tahun
IndiaAM/NS India – Anakapalli, Andhra PradeshPabrik greenfield terpadu≈6,8 miliar2026 (setelah akuisisi lahan)Jan 2029 (fase 1)7,3 Mt/tahun (fase 1)
MeksikoDeAcero – CoahuilaPabrik EAF baru1,3 miliar2024-Q4 → berlanjut 2025Feb 20261,2 Mt/tahun
IndiaJSW Steel / JFE – Nashik & VijayanagarEkspansi CRGO electrical steel0,67 miliar2026FY 2028 (bertahap)+250 kt (Nashik) + 38 kt (Vijayanagar)

Investasi Green Steel / Dekarbonisasi

NegaraPerusahaan / ProyekTeknologi & FokusNilai (US$)Jadwal UtamaTarget Emisi / Kapasitas Hijau
JepangNippon Steel – 3 EAF domestikKonversi tanur tiup → EAF (subsidi pemerintah)≈6,0 miliar2025-2029+2,9 Mt/t; kurangi CO₂ material scope-1
VietnamXuan Thien Green Steel, Nam DinhKompleks DRI-EAF + hidrogen≈4,2 miliarJun 2025Jun 2028 (fase 1) / Jun 2030 (selesai)
Finlandia / NorwegiaBlastr Green Steel, Inkoo + GildeskålRantai baja ultra-rendah CO₂ (H₂-DRI)n/d (putaran pendanaan ke-2)2025–26 (izin & konstruksi awal)2,5 Mt/t baja; 90 % ↓ emisi dibanding BF-BOF
IndiaJSW Steel – Program SEEDPortofolio RE & H₂-DRI, scrap, efisiensi≈2 miliar2025–30–42 % CO₂ vs 2005 pada 2030
PolandiaArcelorMittal Poland – KrakówTungku anil hidrogen + pabrik H₂ onsite≈13 miliar ¥ (PLN 52 m → ~13 m USD)2025 (operasional)2026 (suplai H₂ internal)

V. Isu Strategis yang Perlu Dicermati

Ledakan Ekspor China dan Risiko Perang Dagang Baru
Ekspor baja China hingga Juli 2025 meningkat signifikan dibandingkan tahun sebelumnya. Lonjakan ini dipicu oleh kombinasi melemahnya permintaan domestik dan strategi agresif produsen China untuk membanjiri pasar global, terutama Asia Tenggara, Timur Tengah, dan sebagian Afrika. Uni Eropa, India, dan Filipina mulai meninjau ulang kebijakan dagang mereka untuk merespons potensi praktik dumping, sementara di Amerika Serikat, tekanan terhadap produsen lokal meningkat akibat limpahan pasokan global yang semakin kompetitif.

Gelombang Baru Trade Remedies di Tengah Kelelahan Sistem Multilateral
Sejumlah negara memperluas dan memperketat tindakan proteksi dagangnya. Uni Eropa telah memperpanjang masa berlaku safeguard untuk CRC dan galvanis, serta meluncurkan investigasi anti-subsidi terhadap baja tahan karat dari Indonesia. Filipina dan India juga tengah meninjau ulang tarif tambahan terhadap rebar dan billet dari Tiongkok dan Vietnam. Mekanisme multilateral seperti WTO dinilai tidak lagi mampu menangani ketidakseimbangan struktural global, sehingga masing-masing negara memilih jalan unilateral untuk melindungi industrinya.

Investasi: Ekspansi Kapasitas di Tengah Ancaman Oversupply
Meski pasar global kelebihan kapasitas hingga lebih dari 600 juta ton, investasi baru terus bermunculan. Turki memperluas kapasitas rebar untuk ekspor ke Afrika, Vietnam membangun pabrik CRC dan galvanis baru senilai USD 300 juta, sementara Arab Saudi menggandeng investor Jepang untuk mendirikan fasilitas baja otomotif. Fenomena ini mencerminkan bahwa daya saing industri kini tidak lagi ditentukan oleh pasar bebas, tetapi oleh kapasitas negara untuk membangun rantai pasok strategis dan menjamin kebutuhan nasional secara mandiri.

Transisi Hijau Masih Terpusat di Kawasan Maju
Investasi baja ramah lingkungan atau green steel masih terkonsentrasi di Eropa, Jepang, dan Amerika Utara. ArcelorMittal, SSAB, dan Tata Steel Eropa mempercepat proyek konversi ke DRI berbasis hidrogen, sementara di Asia Tenggara dan Timur Tengah, kebijakan dekarbonisasi masih minim dukungan fiskal maupun insentif karbon. Ketimpangan ini menimbulkan risiko baru: terbentuknya green trade barriers yang hanya menguntungkan negara maju dan menghambat akses ekspor negara berkembang ke pasar premium.