Opini Katadata – Era Baru TKDN: Menyatukan Deregulasi dan Perlindungan Industri

Penerbitan Permenperin Nomor 35 Tahun 2025 menandai fase baru kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) di Indonesia. Penataan ulang ini lahir dari beragam tekanan. Di dalam negeri, pelaku usaha sejak lama mengeluhkan prosedur sertifikasi yang rumit, panjang, dan tidak seragam sehingga membebani daya saing.

Sejalan dengan itu, sejumlah mitra dagang juga menyampaikan keberatan. Amerika Serikat (AS) melalui laporan tahunan National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers menilai kewajiban komponen lokal dalam pengadaan dan akses pasar (izin edar) bersifat diskriminatif, melanggar asas perlakuan nasional di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), dan bertentangan dengan Trade-Related Investment Measures (TRIMs). Uni Eropa (UE) menyoroti penerapan TKDN di sektor telekomunikasi dan energi terbarukan, sedangkan Jepang—melalui pelaku otomotif—mempermasalahkan biaya dan gangguan pasok. 

Kritik yang awalnya unilateral itu kemudian bertransformasi menjadi tuntutan resmi ketika Indonesia dan AS menyepakati Agreement on Reciprocal Trade (ART) pada Juli 2025. Kesepakatan itu selain menurunkan tarif resiprokal bagi produk Indonesia juga memuat komitmen penghapusan hambatan non-tarif, termasuk pengecualian persyaratan TKDN bagi produk asal AS. Dalam konteks tersebut, Indonesia menghadapi paradoks kebijakan industri: deregulasi diperlukan demi efisiensi dan daya tarik investasi sesuai tuntutan global, tetapi TKDN tetap menjadi instrumen proteksi strategis bagi produk dalam negeri. Tantangannya adalah menjaga keseimbangan agar deregulasi tidak menggerus perlindungan di tengah menguatnya proteksionisme global.

Artikel selengkapnya bisa diakses di Katadata.co.id dengan judul “Widodo Setiadharmaji : Era Baru TKDN: Menyatukan Deregulasi dan Perlindungan Industri
Penulis: Widodo Setiadharmaji
Editor: Aria W. Yudhistira