
Pekan keempat Oktober 2025 mempertegas tekanan struktural dalam perdagangan dan industri baja global, ditandai oleh rekor ekspor Tiongkok, fragmentasi pasar akibat kebijakan tarif dan kuota baru, serta ketidakpastian arah transisi green steel. Reformasi safeguard Uni Eropa dan konsolidasi proteksi di berbagai kawasan memicu pergeseran arus ekspor ke Asia Tenggara, memperbesar risiko banjir impor ke Indonesia. Sementara itu, investasi kapasitas baru tercatat di Afrika dan Asia Tengah, sedangkan proyek-proyek dekarbonisasi tetap terkonsentrasi di negara maju dengan dukungan fiskal besar. Di tengah konstelasi global yang makin terpecah, Indonesia dihadapkan pada kebutuhan untuk memperkuat respons perdagangan, menyusun strategi industri hijau yang realistis, dan mengantisipasi disrupsi rantai pasok lintas kawasan.
I. Perkembangan Harga Baja Minggu IV Oktober 2025
Pekan keempat Oktober 2025 ditandai dengan tren penurunan harga di sebagian besar kawasan Asia, sementara Eropa dan Amerika Serikat menunjukkan kecenderungan stabil atau menguat terbatas.
Di Tiongkok, penurunan tercatat pada hampir seluruh produk: CRC turun menjadi USD 555, GI melemah ke USD 585–590, Pipa Las dan Wire Rod juga mengalami koreksi. Rebar turun ke USD 440–445. Satu-satunya produk yang mengalami lonjakan signifikan adalah color coated yang naik menjadi USD 910–920. Kenaikan ini didorong oleh permintaan ekspor musiman ke Asia Tenggara dan Timur Tengah. Kelebihan pasokan domestik dan lemahnya aktivitas sektor hilir menjadi penyebab utama penurunan harga flat dan long product lainnya.
Harga di ASEAN turut melemah, dengan HRC turun ke USD 510. Rebar tercatat stabil di USD 475. Tekanan dari produk impor berbiaya rendah, khususnya dari Tiongkok, menjadi faktor dominan dalam koreksi harga regional.
Di India, seluruh produk utama menunjukkan penurunan. HRC turun ke USD 580–610, CRC ke USD 665–695, dan GI ke USD 740–750. Rebar terkoreksi ke USD 426–476. Wire Rod juga melemah ke USD 420–425, sedangkan scrap naik menjadi USD 395 dari 325. Kenaikan impor dan ketatnya persaingan harga lokal menjadi penyebab utama, seiring melemahnya permintaan ekspor.
Di Turki, harga rebar kembali melemah ke USD 495–500. Koreksi ini terjadi di tengah meningkatnya pasokan domestik dan masuknya produk-produk murah dari pasar global. Selain itu, tekanan dari surplus ekspor kawasan Asia dan pemanfaatan sisa kuota UE sebelum reformasi safeguard turut memperlemah posisi jual eksportir Turki.
Sementara itu, di Mesir, rebar stabil pada kisaran USD 720–800, mencerminkan lemahnya permintaan lokal dan tidak adanya pemicu kenaikan signifikan. Di UEA, harga rebar berada di USD 720 pada minggu ini, sejalan dengan pasar yang relatif sepi dan belum adanya proyek-proyek besar baru yang mendorong lonjakan permintaan.
Untuk Uni Eropa, HRC naik ke USD 670–685 dari 620, CRC tetap di USD 705, dan GI turun ke USD 685. Stabilitas harga di kawasan ini ditopang oleh tingginya biaya produksi — termasuk energi — serta dorongan regulasi dekarbonisasi. Namun, pelaku pasar mencatat bahwa permintaan spot masih lesu akibat tingginya stok distributor dan ketidakpastian geopolitik.
Di Amerika Serikat, HRC naik tipis ke USD 840–850. Produk hilir menunjukkan harga tinggi: CRC tercatat USD 1.185 dan HDG USD 1.200 per short ton. Kenaikan ini mencerminkan upaya produsen dalam memanfaatkan ketatnya pasokan dan dukungan proteksi tarif 50%. Meskipun beberapa pembeli besar mulai mengadopsi strategi pembelian jangka pendek karena overhang stok di service center, harga tetap ditopang oleh struktur pasar yang terkonsentrasi dan perlindungan perdagangan. Harga scrap juga naik menjadi USD 350.
Secara keseluruhan, tekanan penurunan masih kuat di Asia, terutama akibat kompetisi ekspor dan lemahnya permintaan konstruksi. Sementara itu, harga di pasar Barat lebih stabil karena ditopang oleh kebijakan perdagangan, tekanan biaya struktural, dan pendekatan strategis produsen besar dalam menjaga harga jual.
Ringkasan Harga Baja – Minggu IV Oktober 2025 (USD/ton)
| Kawasan | HRC | CRC | GI / HDG | Color Coated | Pipa Las | Rebar | Wire Rod | Scrap |
| Tiongkok | 470 → | 555 ↓ | 585–590 ↓ | 860–920 ↑ | 485 ↓ | 440–445 ↓ | 470 ↓ | n/a |
| ASEAN | 510 ↓ | n/a | n/a | n/a | n/a | 475 | n/a | n/a |
| India | 580–610 ↓ | 665–695 ↓ | 740–750 ↓ | n/a | n/a | 426-476 ↓ | 420–425 ↓ | 395 ↑ |
| Turki | n/a | n/a | n/a | n/a | n/a | 495–500 ↓ | n/a | n/a |
| Mesir / Middle East | n/a | n/a | n/a | n/a | n/a | 720–800 → | n/a | n/a |
| UEA | n/a | n/a | n/a | n/a | n/a | 720 | n/a | n/a |
| Eropa | 670–685 ↑ | 705 → | 685 ↓ | n/a | n/a | n/a | n/a | n/a |
| Amerika Serikat | 840–850 ↑ | 1,185 | 1,200 | n/a | n/a | n/a | n/a | 350 |
Keterangan: ↑ naik w/w; ↓ turun w/w; → stabil (≤ ±0,5%); n/a tidak tersedia. Kurs: USD/CNY = 7.09 | USD/INR = 87.81 | EUR/USD = 1.161 | USD/EGP = 47.62 | USD/AED = 3.67
II. Perkembangan Perdagangan Baja Global – Minggu IV Oktober
Perdagangan baja global pada pekan keempat Oktober 2025 ditandai oleh meluasnya tekanan arus ekspor Tiongkok, peningkatan distorsi pasar akibat kebijakan tarif tinggi, serta gangguan logistik yang memengaruhi dinamika pengiriman. Negara-negara produsen dan konsumen kini berada dalam konfigurasi perdagangan baru yang ditentukan lebih oleh ketidakseimbangan struktur pasokan dan hambatan tarif, daripada permintaan aktual pasar.
Lonjakan Ekspor Tiongkok dan Perubahan Arah Perdagangan
Tiongkok tetap menjadi episentrum dinamika perdagangan global baja. Ekspor baja negeri tersebut kembali melonjak, mencapai 10,2 juta ton pada September 2025 — tertinggi dalam 8 tahun terakhir dan naik 25,3% secara tahunan (YoY). Kelebihan kapasitas domestik dan pelemahan permintaan dalam negeri mendorong produsen Tiongkok untuk mengalihkan volume besar ke pasar luar negeri dengan harga sangat kompetitif.
Namun, proteksi dagang di Amerika Serikat dan Uni Eropa menyebabkan arus ekspor Tiongkok bergeser ke pasar dengan hambatan tarif lebih rendah seperti ASEAN, India, Türkiye, Brazil, dan negara-negara Amerika Latin. Pergeseran ini menyebabkan penumpukan suplai di pasar sekunder tersebut dan memicu reaksi kebijakan (anti-dumping dan safeguard) yang kini sedang dipertimbangkan, sebagaimana tercermin dalam respons dari berbagai negara di kawasan tersebut.
Amerika Serikat: Pasokan Ketat di Tengah Tarif Tinggi
Penarapan tarif Section 232 mengakibatkan pasokan domestik AS untuk memenuhi kebutuhan industri downstream mengalami penurunan.
Kondisi ini terlihat dari perbedaan tajam antara harga spot pasar HRC domestik AS ($800–815 per short ton) dengan harga penawaran dari produsen besar ($875–975 per short ton). Diskrepansi harga ini menunjukkan lemahnya posisi daya beli pelanggan hilir, serta terfragmentasinya rantai distribusi akibat perlambatan konstruksi dan otomotif.
Ketegangan Geopolitik dan Gangguan Logistik
Ketegangan militer yang memanas di Laut Merah dan Selat Bab al-Mandab juga memberikan dampak langsung terhadap perdagangan baja internasional. Beberapa perusahaan pelayaran besar mulai mengalihkan rute untuk menghindari risiko keamanan, yang menyebabkan kapasitas pelayaran global turun hingga 20%, dan biaya pengiriman (freight) meningkat signifikan terutama untuk rute Asia–Eropa dan Asia–Afrika Timur.
Kondisi ini tidak hanya menambah tekanan biaya bagi eksportir baja dari Asia, tetapi juga menyebabkan keterlambatan pengiriman dan fluktuasi harga di pasar tujuan yang sebelumnya mengandalkan ketepatan logistik. Negara-negara seperti Mesir, Kenya, dan Arab Saudi mulai mempertimbangkan diversifikasi mitra pasok dan stok strategis sebagai respons jangka menengah.
Permintaan Global: Datar di 2025, Rebound Moderat di 2026
Berdasarkan proyeksi World Steel Association yang diperbarui pada Oktober 2025, permintaan baja global tahun ini diperkirakan nyaris stagnan di angka 1,749 miliar ton, turun tipis 0,1% dari 2024. Pertumbuhan signifikan baru diharapkan muncul pada 2026, dengan proyeksi rebound +1,3% yang dipimpin oleh negara berkembang. Di antara motor utama permintaan baru: India, Vietnam, Mesir, dan Arab Saudi — negara-negara dengan program infrastruktur dan manufaktur besar-besaran yang mulai terealisasi sejak pertengahan 2025.
Namun demikian, proyeksi jangka pendek masih dibayangi oleh tekanan margin produsen akibat lemahnya permintaan dari sektor properti dan konstruksi di Eropa dan Asia Timur, serta ketidakpastian geopolitik.
III. Kebijakan & Trade Remedies – Minggu IV Oktober
Pekan keempat Oktober 2025 menunjukkan peningkatan aktivitas proteksi perdagangan baja secara simultan di berbagai yurisdiksi utama. Kebijakan ini mencakup penetapan bea masuk anti-dumping (BMAD) final, perpanjangan tarif protektif, pembukaan investigasi baru, serta penguatan instrumen teknis seperti sertifikasi asal produksi. Pergerakan kebijakan ini menandai tren konsolidasi proteksi sektor baja global menjelang penutupan tahun 2025, di tengah kekhawatiran atas kelebihan kapasitas, pelemahan harga, dan potensi limpahan ekspor dari Tiongkok.
Di Uni Eropa, Komisi Eropa secara resmi menetapkan bea masuk anti-dumping definitif sebesar 62,5% terhadap produk steel track shoes asal Tiongkok pada 20 Oktober 2025. Tiga hari kemudian, BMAD final juga diberlakukan atas baut tanpa kepala (screws without heads) dari Tiongkok, dengan tarif antara 54,7% hingga 72,3%, tergantung perusahaan eksportir. Keduanya merupakan finalisasi dari investigasi yang sebelumnya sudah dikenakan BMAD sementara. Selain itu, pada 22 Oktober, UE memperpanjang BMAD atas impor sepeda dan komponennya dari Tiongkok, termasuk yang masuk melalui tujuh negara transhipment (seperti Indonesia, Malaysia, dan Filipina), guna mencegah penghindaran bea yang telah berlaku sejak 1993.
Secara paralel, Komisi Eropa terus mendorong adopsi proposal reformasi kebijakan safeguard baja yang diusulkan awal bulan dan menjadi fokus diskusi intensif selama periode laporan mingguan ini. Reformasi ini mencakup penurunan volume kuota impor bebas bea dari sekitar 30 juta ton menjadi 18,3 juta ton per tahun (–47%), serta peningkatan tarif bea di luar kuota dari 25% menjadi 50%. Proposal juga memperkenalkan kewajiban sertifikasi “melt and pour”, yakni bukti bahwa baja dilebur di negara asal ekspor, untuk mencegah alokasi kuota disalahgunakan oleh negara ketiga. Proposal tersebut tengah dalam pembahasan legislatif dan direncanakan mulai berlaku pada Juli 2026.
Di Amerika Serikat, tidak ada pengumuman kebijakan baru dalam minggu ini, tetapi efek kebijakan sebelumnya kian nyata. Berdasarkan publikasi 24 Oktober 2025, volume impor baja AS untuk Agustus 2025 turun ke 1,325 juta ton, level terendah dalam sejarah modern. Pangsa baja impor turun menjadi 16% dari total konsumsi nasional. Penurunan drastis ini merupakan dampak kumulatif dari penguatan Section 232, yang sejak Juni lalu menggandakan tarif baja dari 25% menjadi 50% dan memperluas cakupan hingga 407 kode HS. AS tidak mengubah peraturan selama minggu ini, tetapi hasilnya menunjukkan efisiensi dari pendekatan tarif terhadap pembalikan struktur pasokan.
Kanada meluncurkan langkah proteksi baru pada 24 Oktober dengan membuka investigasi anti-dumping dan antisubsidi terhadap impor karoseri truk (truck bodies) asal Tiongkok. Penyelidikan ini akan ditangani CBSA dan tribunal perdagangan CITT, dengan keputusan pendahuluan dijadwalkan keluar awal 2026. Selain itu, pemerintah Kanada secara resmi memperketat aturan dokumentasi impor baja dan aluminium per 22 September (dipublikasikan pekan ini), yang mewajibkan importir menyertakan dokumen teknis (seperti mill test certificates) untuk membuktikan asal negara peleburan baja. Langkah ini bertujuan memastikan bea 25% untuk baja asal Tiongkok tidak dapat dihindari melalui faktur biasa.
Di India, pemerintah menunjukkan pendekatan ganda terhadap perlindungan perdagangan. Pada 22 Oktober, Kementerian Baja mengumumkan forum “Open House” yang digelar pada 27 Oktober untuk mendengar masukan industri terkait lonjakan impor. Dalam waktu yang sama, India secara selektif mengakhiri beberapa BMAD lama atas produk otomotif dan tekstil teknis dari Tiongkok guna menjaga biaya input. Namun, India juga meluncurkan investigasi baru atas beberapa produk hilir baja lain dari Tiongkok, seperti crane, toner cartridge, dan solar panel, menunjukkan keseimbangan antara kebutuhan proteksi dan kebutuhan pasokan bahan baku murah.
Secara keseluruhan, pekan ini memperlihatkan konsistensi peningkatan intensitas proteksi perdagangan global, khususnya dalam sektor baja. Pengetatan tarif, persyaratan sertifikasi asal, dan langkah hukum multilateral menunjukkan bahwa negara-negara produsen besar sedang menata ulang lanskap perdagangan baja untuk melindungi industri domestik masing-masing dari tekanan struktural dan kompetisi harga global.
Tabel Ringkasan Kebijakan dan Trade Remedies – Minggu IV Oktober
| Negara/Kawasan | Jenis Kebijakan | Produk Terdampak | Keterangan Singkat |
| Uni Eropa | BMAD definitif | Steel track shoes | Bea 62,5% atas produk China (20 Okt) |
| Uni Eropa | BMAD definitif | Screws without heads | Tarif 54,7–72,3% final (23 Okt) |
| Uni Eropa | Perpanjangan BMAD | Sepeda & parts | Termasuk pengalihan melalui ASEAN |
| Uni Eropa | Proposal safeguard baru | Semua baja | Kuota dipangkas 47%; bea naik 50% |
| Amerika Serikat | Efek Section 232 | Flat steel & lainnya | Impor turun ke 16% konsumsi nasional |
| Kanada | Investigasi baru AD+CVD | Karoseri truk (China) | Diluncurkan 24 Okt |
| Kanada | Persyaratan teknis impor | Baja & aluminium | Sertifikat asal peleburan wajib |
| India | Konsultasi kebijakan | Baja (umum) | “Open House” 27 Okt soal impor |
| India | Pengakhiran BMAD lama | Komponen otomotif & tekstil | Untuk jaga biaya input |
| India | Investigasi AD baru | Beragam produk China | Crane, toner, solar panel |
IV. Investasi Peningkatan Kapasitas & Green Steel – Minggu IV Oktober
Pekan keempat Oktober 2025 menunjukkan dinamika investasi baja yang beragam secara global, mencerminkan dua kecenderungan besar: modernisasi kapasitas berbasis teknologi otomatis dan transisi menuju produksi baja rendah karbon. Meskipun tidak semua wilayah mencatat pengumuman proyek baru, kawasan seperti Eropa Timur, Amerika Utara, Timur Tengah, dan Afrika mencatat rencana investaso yang berdampak pada keseimbangan pasokan masa depan dan rantai nilai baja hijau global.
Eropa: Modernisasi Kapasitas dan Restrukturisasi Produksi
Di Eropa Tengah, Polandia mencatat kemajuan penting melalui peluncuran fasilitas rolling mill terbaru milik Cognor Holding di Siemianowice Śląskie. Proyek ini, yang menelan investasi sekitar PLN 840 juta (±USD 200 juta), menambah kapasitas produksi profil baja hingga 450.000 ton per tahun. Fasilitas ini dirancang otomatis dan robotik, menggantikan fasilitas lama berkapasitas 120.000 ton. Output utamanya mencakup profil balok, kanal, dan batang untuk sektor konstruksi dan manufaktur. Langkah ini mencerminkan upaya Polandia memperkuat kemandirian pasok baja dalam negeri dan efisiensi energi industri logam.
Sementara itu, di Rumania, restrukturisasi industri tercermin dari penawaran akuisisi darurat Liberty Galați — pabrik baja terbesar negara tersebut — oleh UMB Steel. Akuisisi ini bertujuan menyelamatkan kapasitas produksi sekitar 3 juta ton per tahun yang terancam berhenti akibat kesulitan keuangan GFG Alliance. Pemerintah Rumania dan kreditor negara tengah meninjau proposal ini, yang menyoroti tantangan kesinambungan operasional industri baja Eropa yang terpapar risiko likuidasi dan ketergantungan finansial.
Amerika Utara: Teknologi Besi Hijau Berbasis Elektrolisis
Inovasi muncul dari Amerika Serikat, di mana perusahaan rintisan Electra meluncurkan proyek percontohan pabrik besi hijau berbasis elektrolisis (electrowinning) di Colorado. Proyek ini didukung oleh pendanaan Breakthrough Energy Catalyst senilai USD 50 juta serta komitmen pasokan dari Meta, Nucor, dan Toyota Tsusho America. Kapasitas awal pabrik percontohan ini mencapai 500 ton besi per tahun, dengan teknologi suhu rendah dan berbasis listrik terbarukan. Meskipun berskala kecil, proyek ini menandai langkah penting menuju dekarbonisasi industri besi primer, membuka jalur baru menuju produksi baja bebas karbon non-batubara.
Timur Tengah dan Asia Tengah: Green DRI dan HBI Berbasis Hidrogen
Uni Emirat Arab mencatat tonggak penting dengan keberhasilan pilot project green DRI berbasis hidrogen oleh Emirates Steel dan Masdar. Produk besi spons ini telah digunakan untuk proyek konstruksi berkonsep nol-emisi karbon di Abu Dhabi, menjadikan Emirates Steel pionir green steel di kawasan MENA. Proyek ini membuka jalan bagi penerapan teknologi EAF berbasis gas hidrogen di Timur Tengah.
Di Kazakhstan, Eurasian Resources Group mengumumkan pembangunan pabrik HBI berkapasitas 2 juta ton per tahun menggunakan teknologi MIDREX Flex. Pabrik ini dirancang sebagai “hydrogen-ready” dan akan menggunakan gas alam pada tahap awal, sebelum beralih ke hidrogen hijau di masa depan. Dengan investasi sebesar USD 1,2 miliar, proyek ini memperkuat posisi Kazakhstan sebagai penyuplai HBI rendah karbon global dan bagian dari transisi rantai pasok green steel internasional.
Afrika: Investasi Baja Terpadu di Nigeria
Di Nigeria, perusahaan patungan Stellar Steel (Galaxy Group dan RSIN Group, Tiongkok) memulai pembangunan pabrik baja terpadu di Negara Bagian Ogun dengan nilai investasi sebesar USD 450 juta. Fasilitas ini ditargetkan mulai beroperasi pada pertengahan 2026 dan akan memproduksi HRC, besi konstruksi, dan tabung gas. Proyek ini akan mengurangi ketergantungan Nigeria terhadap baja impor dan menciptakan kapasitas industri baja baru di Afrika Barat. Konstruksi fondasi telah selesai dan dukungan pemerintah negara bagian dijanjikan dalam bentuk insentif dan kemudahan perizinan.
Ringkasan Investasi & Proyek Baja – Minggu IV Oktober
| Negara/Kawasan | Proyek | Nilai Investasi | Fokus/Kapasitas | Keterangan |
| Polandia | Cognor – rolling mill baru | PLN 840 juta (±USD 200 juta) | 450.000 ton/tahun profil baja | Modernisasi pabrik lama, otomatisasi penuh |
| Rumania | Akuisisi Liberty Galați (UMB Steel) | – (pelunasan utang ±€430 juta) | ~3 juta ton/tahun | Restrukturisasi; mencegah penutupan |
| AS | Electra – demo plant clean iron | USD 50 juta (hibah) | 500 ton/tahun besi elektrolisis | Teknologi tanpa batubara; pasokan ke Nucor, Toyota |
| UEA | Emirates Steel – pilot DRI berbasis H₂ | – (uji coba) | Produksi besi spons berbasis hidrogen | Digunakan pada proyek “net-zero mosque” |
| Kazakhstan | ERG – pabrik HBI hydrogen-ready | USD 1,2 miliar | 2 juta ton/tahun | Teknologi MIDREX Flex; ekspor HBI rendah emisi |
| Nigeria | Stellar Steel – pabrik baja Ogun | USD 450 juta | HRC & produk hilir baja | Kurangi impor baja Nigeria; produksi mulai 2026 |
V. Isu Strategis yang Perlu Dicermati
Pekan keempat Oktober 2025 menegaskan semakin tajamnya ketegangan dalam sistem perdagangan baja global. Di tengah pelambatan permintaan dan tekanan harga, pelaku industri harus berhadapan dengan lonjakan pasokan dari Tiongkok, pengetatan kebijakan di pasar-pasar utama, serta ketidakpastian arah investasi dan teknologi hijau. Berikut isu-isu kunci yang perlu menjadi perhatian khusus bagi pelaku industri dan otoritas kebijakan di Indonesia:
1. Volatilitas Pasar akibat Lonjakan Ekspor China
Ekspor baja Tiongkok kembali mencatatkan rekor delapan tahun, menciptakan limpahan suplai yang diarahkan ke pasar dengan hambatan rendah. Negara-negara seperti India, Türkiye, hingga Asia Tenggara, khususnya Indonesia, menjadi target ekspor strategis, terutama untuk produk flat steel. Jika tren ini berlanjut tanpa respons kebijakan yang adaptif, Indonesia berisiko mengalami tekanan pasokan dan harga di pasar domestik pada akhir kuartal IV dan awal 2026. Penguatan respons teknis seperti sistem monitoring kuota, harmonisasi tarif, dan percepatan proses BMAD akan semakin mendesak.
2. Eskalasi Proteksi Global dan Fragmentasi Akses Pasar
Uni Eropa secara resmi mengajukan reformasi safeguard yang menurunkan kuota bebas bea baja hingga 47% dan menaikkan tarif di atas kuota menjadi 50%. Amerika Serikat mempertahankan tarif 50% Section 232, sementara India mulai menjajaki langkah proteksi lanjutan pasca “Open House” 27 Oktober. Konsolidasi kebijakan protektif ini mempercepat fragmentasi pasar global dan meningkatkan kompleksitas bagi eksportir baja. Indonesia perlu segera memperkuat diplomasi dagang bilateral dan menyusun strategi rerouting ekspor berbasis pemetaan hambatan teknis dan tarif per kawasan.
3. Ketidakpastian Kebijakan dalam Transisi Green Steel
Meskipun beberapa proyek green steel diluncurkan dalam pekan ini—seperti pilot DRI hidrogen di UEA dan electrowinning di AS—ketidakpastian arah kebijakan global membayangi masa depan dekarbonisasi industri baja. Kegagalan tercapainya kesepakatan bersama antara AS dan Uni Eropa soal standar baja hijau menandai potensi fragmentasi dalam kerangka insentif lintas negara. Selain itu, arah kebijakan baru di AS juga cenderung kurang mendukung percepatan transisi emisi rendah.
Bagi Indonesia, situasi ini menjadi pengingat bahwa adopsi teknologi hijau harus dilakukan secara bertahap, berbasis kesiapan pasar dan dukungan fiskal yang memadai. Tanpa perencanaan matang, langkah terlalu dini justru bisa memperbesar beban biaya dan menggerus daya saing.
4. Arah Investasi yang Terdiferensiasi Antar Kawasan
Laporan minggu ini menunjukkan divergensi strategi investasi baja global: kawasan seperti Afrika dan Asia Tengah membangun kapasitas baru (Nigeria, Kazakhstan), sementara negara-negara maju memperkuat posisi dalam teknologi baja rendah karbon (AS, Eropa, UEA). Indonesia perlu mencermati apakah posisi industrialisasi nasional masih mampu bersaing di tengah pergeseran preferensi global terhadap material hijau dan intensif teknologi.
5. Risiko Geopolitik dan Disrupsi Rantai Pasok
Situasi keamanan di Bab al-Mandab telah menyebabkan penurunan kapasitas pelayaran hingga 20% dan lonjakan biaya logistik internasional. Gangguan ini bukan hanya memperpanjang waktu kirim, tetapi juga meningkatkan volatilitas harga dan biaya landed baja di kawasan Afrika Timur dan Eropa Selatan. Indonesia yang bergantung pada ekspor dan impor bahan baku baja dari Asia Barat dan Mediterania perlu mengantisipasi disrupsi rantai pasok ini dengan perencanaan logistik yang lebih tangguh dan diversifikasi rute dagang.
Dalam menghadapi gelombang perubahan struktural industri baja global, Indonesia harus bersiap mengambil keputusan strategis berbasis data dan tren faktual. Fleksibilitas kebijakan, ketepatan waktu respons, dan keberanian mengambil posisi taktis dalam perdagangan internasional menjadi kunci menjaga keberlanjutan industri baja nasional.
Sumber Data: SunSirs, CUSteel, SteelMint, Fastmarkets, Eurometal, Steel Market Update (SMU), AISU, Argus/Platts, TradingEconomics, AustralianSteel.com, LME, SFM.