SMInsights: Berita Baja Mingguan – Minggu II Oktober 2025

Pekan kedua Oktober 2025 ditandai oleh stabilitas semu di pasar baja dunia di tengah tekanan ekspor Tiongkok dan meningkatnya proteksionisme global. Setelah libur Golden Week, baja Tiongkok kembali aktif menekan harga di kawasan, sementara Amerika Serikat dan Uni Eropa memperketat perlindungan melalui tarif tinggi dan reformasi safeguard. Negara lain seperti India, Korea Selatan, dan Thailand juga menambah lapisan perlindungan baru, menandai pergeseran industri baja menjadi isu keamanan ekonomi. Di sisi investasi, proyek green steel banyak ditunda karena biaya tinggi dan ketidakpastian kebijakan karbon, membuat fokus industri bergeser pada efisiensi dan ekspansi konvensional di Asia Tenggara. Bagi Indonesia, situasi ini menjadi peringatan untuk memperkuat perlindungan perdagangan secara konsisten agar tidak menjadi sasaran limpahan baja murah di tengah perubahan cepat lanskap industri global.

I. Perkembangan Harga Baja Minggu II Oktober 2025

Harga baja global pekan ini relatif stabil dengan sedikit penguatan di beberapa kawasan. Aktivitas perdagangan mulai pulih setelah libur panjang di Tiongkok, meskipun permintaan hilir belum sepenuhnya kembali normal. Di tengah pasar yang masih tenang, pelaku industri cenderung menunggu sinyal baru dari pergerakan harga Tiongkok dan arah kebijakan di Eropa.

Pekan ini juga ditandai oleh perbedaan arah harga: Tiongkok mulai kembali menekan harga ekspor, sementara Amerika Serikat dan Turki menunjukkan kecenderungan menguat.

Di Tiongkok, pasar kembali bergeliat setelah libur Golden Week. Aktivitas transaksi meningkat, namun masih terbatas karena sebagian besar pembeli menahan pembelian. Harga HRC ekspor tercatat pada USD 470 per ton FOB, sementara HRC domestik bergerak di kisaran USD 455–460. Harga rebar berada di USD 430–435, sedangkan wire rod relatif stabil di USD 470–475. Produk flat lainnya juga stabil, dengan CRC USD 535–540, GI USD 565–570, dan color coated USD 685–690. Harga welded pipe domestik tercatat USD 485–490, dan harga scrap CFR Turki berada di kisaran USD 335–340. Dorongan dari naiknya bijih besi dan kokas mulai terasa, meski tertahan oleh stok tinggi di pabrik.

Di Asia Tenggara, pasar regional cenderung tenang dan menunggu perkembangan dari Tiongkok. Harga HRC CFR tercatat stabil di kisaran USD 505–510 per ton. Produk lainnya belum menunjukkan perubahan signifikan, dan sebagian besar pelaku pasar menunda kontrak baru sambil menanti kejelasan tren pasca-libur Tiongkok. Meski transaksi belum ramai, tekanan penurunan yang berlangsung sejak September mulai mereda. Harga scrap regional tercatat USD 355 per ton.

Di India, harga domestik menunjukkan stabilitas dengan kecenderungan menguat. HRC bergerak di USD 610–640 per ton ex-works, CRC pada USD 700–730, dan GI di USD 775–785. Untuk produk long, rebar berada di kisaran USD 685–690, dan wire rod USD 470–480. Harga scrap meningkat ke USD 370–380 per ton. Produsen besar mempertimbangkan revisi harga seiring peningkatan biaya bahan baku dan membaiknya permintaan dari sektor konstruksi.

Di Turki, harga mulai menguat setelah beberapa pekan stagnan. Harga rebar ekspor naik ke USD 545–550 per ton FOB, sejalan dengan penguatan harga scrap HMS 80:20 CFR Turki yang kini berada di USD 340, tertinggi dalam dua bulan terakhir. Harga wire rod stabil di kisaran USD 540–550. Kenaikan biaya bahan baku membuat produsen mempertahankan harga dan menolak diskon tambahan.

Di Eropa, harga baja masih belum menunjukkan arah yang jelas. HRC Eropa Utara berada di kisaran USD 600–610 per ton ex-works, sedangkan CRC di USD 695–715, dan GI pada USD 725–740. Harga color coated stabil di USD 975–990, dengan rebar di kisaran USD 555–610. Pasar masih menanti kepastian terkait implementasi CBAM dan kebijakan pemangkasan kuota impor. Aktivitas transaksi pun masih terbatas di tengah ketidakpastian arah kebijakan.

Di Amerika Serikat, harga HRC spot bertahan di kisaran USD 810–850 per ton, sementara kontrak jangka panjang produsen besar tetap di USD 875. Harga CRC berada di USD 1.050, tertinggi di antara pasar global. Meskipun permintaan dari otomotif dan sektor rumah tangga relatif stabil, gangguan pasokan akibat perawatan tahunan di beberapa pabrik menjaga level harga tetap tinggi. Harga scrap berada di kisaran USD 425. Perbedaan harga yang lebar dibanding Eropa dan Asia tetap bertahan di atas USD 200 per ton, memperkuat posisi AS sebagai pasar premium.

Ringkasan Harga Baja – Minggu II Oktober 2025 (USD/ton)

KawasanHRCCRCGalvanisColor CoatedWelded PipeRebarWire RodScrap
Tiongkok470–475 →535–540 →565–570 →685–690 →485–490 →430–435 →470–475 →335–340 →
ASEAN505–510 →n/an/an/an/an/an/a355 ↑
India610–640 →700–730 →775–785 →n/an/a685–690 →470–480 →370–380 →
Turki545–550 ↑n/an/an/an/a545–550 ↑540–550 →340 ↑
Eropa600–610 →695–715 →725–740 →975–990 →n/a555–610 →n/an/a
Amerika Serikat810–850 →1.050 →n/an/an/an/an/a425 →

Keterangan: ↑ naik w/w; ↓ turun w/w; → stabil (≤ ±0,5%); n/a tidak tersedia. Konversi CNY → USD = 0,137, INR → USD = 0,0120, EUR → USD = 1,05, SAR → USD = 0,2667, EGP → USD = 0,0206, TRY → USD = 0,033

II. Perkembangan Perdagangan Baja Global – Minggu II Oktober

Perdagangan baja dunia sepanjang Oktober 2025 menunjukkan dinamika yang semakin kompleks di tengah melemahnya permintaan global dan meningkatnya hambatan dagang. Tiongkok masih menjadi poros utama dalam arus ekspor baja internasional, sementara negara-negara lain mulai menata ulang strategi dagang mereka untuk menghadapi tekanan suplai dari produsen terbesar dunia tersebut. Tren ekspor Tiongkok yang terus meningkat menjadi faktor penentu arah pasar, sementara di sisi lain, berbagai kebijakan proteksi baru mulai diberlakukan oleh negara tujuan utama ekspor.

Sebagaimana telah diberitakan sebelumnya, ekspor baja Tiongkok diproyeksikan mencapai rekor baru pada tahun ini dengan volume antara 115 hingga 120 juta ton, atau naik sekitar 9 persen dibandingkan 2024. Lonjakan ini terjadi di tengah pelemahan permintaan domestik akibat krisis properti yang belum berakhir serta stagnasi sektor konstruksi dalam negeri. Kelebihan kapasitas tersebut mendorong produsen besar seperti Baosteel dan HBIS memperluas pasar ekspor ke luar negeri, terutama ke kawasan yang masih terbuka terhadap impor, seperti Asia Tenggara, Timur Tengah, dan Afrika Utara. Namun peningkatan ekspor ini juga menimbulkan gesekan baru di pasar global karena produk baja Tiongkok yang berharga lebih rendah menekan margin produsen di banyak negara.

Kawasan Asia Tenggara kini menjadi sasaran utama ekspor Tiongkok, menyerap sekitar seperempat dari total pengiriman baja Tiongkok tahun ini. Negara-negara seperti Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mencatat lonjakan impor baja Tiongkok, baik dalam bentuk produk jadi seperti hot-rolled coil maupun produk setengah. Arus ekspor yang besar ini mendorong terjadinya pergeseran struktur perdagangan di kawasan, di mana sebagian besar pasokan kini bergantung pada harga ekspor Tiongkok. Kondisi ini menciptakan persaingan ketat di pasar domestik negara-negara ASEAN, terutama bagi produsen lokal yang mengakibatkan penurunan margin laba bahkan kerugian.

Di luar Asia Tenggara, ekspor Tiongkok juga meningkat ke kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara, yang menawarkan potensi pertumbuhan baru di tengah penurunan permintaan dari Amerika Serikat dan Eropa. Baosteel melaporkan peningkatan penjualan ke negara-negara seperti Arab Saudi, Mesir, dan Uni Emirat Arab, dengan memanfaatkan harga kompetitif serta kesepakatan jangka panjang pasokan coil untuk proyek energi dan konstruksi. Pergeseran arah ekspor ini sekaligus menjadi strategi Tiongkok untuk mengimbangi dampak dari puluhan tindakan anti-dumping yang sedang berjalan di pasar barat.

Sementara itu, negara-negara maju terus memperketat akses impor baja mereka. Uni Eropa memperkenalkan reformasi besar dalam mekanisme perlindungan perdagangan dengan memangkas kuota impor baja hingga hampir setengah dan menerapkan tarif tinggi di luar kuota. Amerika Serikat, melalui kebijakan Section 232, juga memperluas cakupan tarif dan penyelidikan terhadap berbagai produk baja datar dan pipa dari Asia. Keduanya bertujuan membatasi masuknya baja murah yang berasal dari kelebihan pasokan global, terutama dari Tiongkok.

Kebijakan proteksi yang makin meluas tersebut mendorong negara-negara produsen lain seperti India, Turki, dan Korea Selatan untuk menyesuaikan arah ekspornya. India mulai memperkuat pangsa pasarnya di kawasan Asia Selatan dan Timur Tengah, sementara Korea Selatan dan Jepang menurunkan ekspor ke Eropa akibat tekanan tarif. Negara-negara tersebut berupaya mempertahankan daya saingnya melalui diversifikasi produk bernilai tambah dan kontrak jangka panjang di sektor otomotif dan energi.

Secara keseluruhan, arus perdagangan baja dunia saat ini memperlihatkan kecenderungan menuju regionalisasi. Proteksionisme yang meningkat di Amerika dan Eropa membuat perdagangan global semakin bergantung pada hubungan intra-Asia. Dalam situasi ini, Tiongkok tampil dominan bukan hanya sebagai eksportir terbesar tetapi juga sebagai penentu arah harga global. Pergeseran ekspor yang makin kuat ke Asia Tenggara dan Timur Tengah menunjukkan bahwa pusat gravitasi perdagangan baja dunia tengah bergeser dari barat ke timur. Namun di sisi lain, ketergantungan yang tinggi pada ekspor Tiongkok juga memperbesar risiko ketidakseimbangan pasar, terutama bagi negara-negara berkembang yang industrinya masih dalam tahap konsolidasi.

III. Kebijakan & Trade Remedies – Minggu II Oktober

Pekan kedua Oktober 2025 menandai pengetatan besar-besaran kebijakan perdagangan baja di berbagai kawasan. Negara-negara besar, terutama Uni Eropa dan Amerika Serikat, memperluas langkah perlindungan pasarnya, sementara negara berkembang seperti India dan Mesir mulai meniru pola yang sama untuk menjaga kapasitas produksinya. Pola ini menunjukkan bahwa perang tarif baja global telah berkembang menjadi strategi permanen dalam menjaga kemandirian industri di tengah kelebihan pasokan dunia.

Di Eropa, Komisi Eropa mengumumkan reformasi menyeluruh terhadap sistem safeguard yang telah berlaku sejak 2018. Kuota impor baja dipangkas hingga 45 persen, tarif di luar kuota dinaikkan menjadi 50 persen, dan sistem verifikasi melted and poured diterapkan guna memastikan asal produksi baja. Kebijakan ini sekaligus menutup celah transhipment yang selama ini dimanfaatkan eksportir Asia untuk mengalihkan asal barang. Selain reformasi struktural, Uni Eropa juga memberlakukan bea anti-dumping definitif terhadap produk hot-rolled coil asal Mesir, Jepang, Thailand, dan Vietnam dengan tarif antara 6,9 hingga 12,3 persen selama lima tahun, serta membuka penyelidikan baru atas cold-rolled coil dari Tiongkok, India, Jepang, Taiwan, dan Vietnam. Langkah berlapis ini menunjukkan bahwa Eropa tengah menutup hampir seluruh ruang impor baja datar menjelang penerapan penuh CBAM pada 2026.

Di kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara, Mesir memperluas perlindungan industrinya melalui kebijakan safeguard sementara yang mencakup billet, cold-rolled, galvanis, hingga pre-painted steel dengan tarif antara 4,9–12,1 persen atau setara sekitar USD 95–100 per ton. Kebijakan ini berlaku selama 200 hari sejak 14 September 2025 dan menjadi sinyal bahwa negara-negara berkembang kini semakin aktif memanfaatkan instrumen trade remedies untuk menjaga keberlangsungan industrinya.

Di Amerika, gelombang proteksi juga menguat. Pemerintah Brasil memperpanjang bea anti-dumping selama lima tahun untuk flat rolled carbon steel asal Tiongkok dan Korea Selatan, serta menambahkan cakupan terhadap produk stainless dan pipa mulus dari Tiongkok. Kanada menerapkan bea sementara atas carbon and alloy steel wire dari Uni Eropa, Turki, Vietnam, dan Indonesia. Meksiko memperbarui daftar produk terkena tarif AD dengan menambah batang, pelat, dan fasteners asal Rusia, Rumania, dan Ukraina, sekaligus memperpanjang bea terhadap stainless steel asal Tiongkok. Di Amerika Serikat, Departemen Perdagangan memperluas penyelidikan dan memberlakukan bea anti-dumping serta countervailing duty terhadap plate, cold-rolled coil, OCTG, dan welded pipe dari Belgia, Italia, Korea, Tiongkok, Indonesia, Thailand, Taiwan, dan Ukraina.

Kawasan Asia tidak luput dari arus kebijakan protektif. India, melalui DGTR, memperpanjang penyelidikan anti-dumping terhadap stainless cold-rolled dari Tiongkok, Indonesia, dan Vietnam sebagai bagian dari kebijakan reciprocal trade. Korea Selatan mengenakan bea sementara atas hot-rolled dan cold-rolled coil asal Tiongkok dan Jepang, sementara Thailand menetapkan bea definitif hingga 12 persen untuk produk CRC dari Tiongkok, Vietnam, dan Taiwan serta membuka penyelidikan baru atas H-beam asal Tiongkok. Vietnam juga memperketat pengawasan ekspor ulang HRC wide-width asal Tiongkok untuk mencegah praktik pengalihan asal barang yang dapat memicu sanksi dari UE dan AS.

Ringkasan Trade Remedies Baja Global – Minggu II Oktober 2025

YurisdiksiInstrumenProdukAsal NegaraTarif / StatusTanggal Efektif
Uni EropaReformasi SafeguardSeluruh produk baja dalam sistem kuotaGlobalKuota impor turun 45%; tarif di luar kuota 50%; verifikasi melted & pouredN/A
Uni EropaBea AD Definitif (HRC)Hot-Rolled CoilMesir, Jepang, Thailand, Vietnam6,9–12,3 % (berlaku 5 tahun)2 Okt 2025
Uni EropaInvestigasi AD BaruCold-Rolled Coil & SheetTiongkok, India, Jepang, Taiwan, VietnamInvestigasi awal berjalanN/A
MesirSafeguard SementaraBillet, CRC, Galvanis, Pre-painted Flat SteelSemua negara4,9–12,1 % (≈USD 95–100/ton), berlaku 200 hari14 Sep 2025
BrasilPerpanjangan Bea ADFlat Rolled Carbon Steel, Stainless CRC, Seamless PipeTiongkok, Korsel, UkrainaDiperpanjang 5 tahun7 Okt 2025
KanadaBea AD SementaraCarbon & Alloy Steel WireUE, Turki, Vietnam, IndonesiaBea sementara berlaku5 Okt 2025
MeksikoPerluasan & Perpanjangan ADBar, Plate, Fasteners, Stainless SteelRusia, Ukraina, Rumania, TiongkokTarif diperluas & diperpanjang1 Okt 2025
ASAD + CVDPlate, CRC, OCTG, Welded PipeBelgia, Italia, Korsel, Tiongkok, Indonesia, Thailand, Taiwan, UkrainaBea definitif berlaku10 Okt 2025
IndiaInvestigasi ADStainless Cold-RolledTiongkok, Indonesia, VietnamInvestigasi lanjutan (DGTR)N/A
Korea SelatanBea AD SementaraHot-Rolled & Cold-Rolled CoilTiongkok, JepangBea sementara berlaku6 Okt 2025
ThailandBea AD Definitif & Investigasi BaruCold-Rolled Coil, H-BeamTiongkok, Vietnam, TaiwanBea hingga 12 %; investigasi baru berjalanNA

Tren trade remedies tersebut menunjukkan bahwa proteksionisme telah menjadi arus utama dalam perdagangan baja global. Hampir semua yurisdiksi kini memandang industri baja sebagai bagian dari keamanan ekonomi, bukan sekadar sektor manufaktur. Dalam situasi seperti ini, posisi Indonesia menjadi semakin penting sekaligus rentan. Di satu sisi, Indonesia telah menjadi eksportir baja besar di Asia dan memiliki potensi untuk memperluas pasar ekspor di tengah pelemahan Tiongkok; namun di sisi lain, peningkatan tindakan protektif di negara-negara tujuan dapat menghambat pertumbuhan ekspor jika tidak diimbangi dengan strategi diplomasi dagang dan penguatan instrumen perlindungan domestik. Oleh karena itu, penguatan kapasitas Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) serta sinerginya dengan kebijakan industri nasional menjadi kunci agar Indonesia tidak hanya menjadi penonton di tengah gelombang proteksionisme global, tetapi justru mampu memanfaatkan momentum ini untuk menegaskan posisi strategisnya dalam rantai pasok baja dunia.

IV. Investasi Peningkatan Kapasitas & Green Steel – Minggu II Oktober

Kegiatan investasi baja global sepanjang 5–11 Oktober 2025 menunjukkan bahwa industri baja mulai memasuki fase penyesuaian dari euforia “baja hijau” menuju pendekatan yang lebih realistis. Banyak proyek yang sebelumnya dikategorikan sebagai green steel kini direvisi, ditunda, atau difokuskan kembali pada peningkatan efisiensi energi. Faktor utama perubahan arah ini adalah tingginya biaya energi, belum jelasnya dukungan fiskal, dan lemahnya permintaan baja hijau di pasar global.

Di India, pada 7 Oktober 2025, Jindal India Limited meresmikan pabrik baru di Benggala Barat senilai USD 169 juta. Meski sempat direncanakan untuk mendukung program dekarbonisasi, fasilitas ini kini beroperasi dengan teknologi konvensional, berfokus pada peningkatan efisiensi dan reliabilitas produksi. Pemerintah India sendiri mulai menurunkan ekspektasi proyek hidrogen hijau, dan mengalihkan perhatian ke modernisasi pabrik eksisting seperti RINL yang berhasil meningkatkan utilisasi hingga hampir 80 persen. Langkah ini menunjukkan bahwa India memilih memperkuat dasar kapasitas industrinya terlebih dahulu sebelum melanjutkan ambisi transisi karbon.

Di Turki, Hasçelik pada 10 Oktober 2025 meresmikan pabrik ke-6-nya di Osmaneli, Provinsi Bilecik, dengan nilai investasi €150 juta. Fasilitas ini memang menerapkan sistem pemulihan panas buang dan efisiensi energi tinggi, tetapi tidak masuk kategori green steel berbasis hidrogen. Investasi ini mencerminkan tren baru di pasar berkembang—yakni fokus pada penghematan energi, bukan transformasi penuh ke teknologi rendah emisi yang masih belum ekonomis.

Di Eropa, beberapa proyek besar yang selama ini menjadi simbol transisi seperti Salzgitter SALCOS dan Thyssenkrupp DRI Hydrogen Plant menunda keputusan investasi final (FID) karena subsidi belum cair dan biaya energi tetap tinggi. Hanya Outokumpu, yang pada 7 Oktober 2025 menegaskan tetap melanjutkan modernisasi pabrik stainless-nya, tetapi dengan fokus efisiensi energi dan digitalisasi, bukan penggantian penuh ke teknologi hidrogen. Situasi ini memperlihatkan bahwa industri baja Eropa tengah bergerak dari fase “transisi agresif” ke fase “realisasi terbatas.”

Di Amerika Utara, Meksiko meresmikan fasilitas hidrogen hijau pertamanya di Nuevo León pada 10 Oktober 2025. Namun, peluncuran ini bersifat eksperimental, bukan untuk proyek baja langsung. Produsen di kawasan tersebut, termasuk AS, masih menilai biaya produksi baja berbasis hidrogen terlalu tinggi dibandingkan rute EAF konvensional berbasis scrap.

Secara keseluruhan, arah investasi pekan ini menunjukkan pergeseran global dari retorika dekarbonisasi menuju strategi efisiensi dan kelayakan ekonomi. Negara-negara utama menahan ekspansi proyek hijau penuh dan memilih memperkuat daya saing industri melalui perbaikan proses, modernisasi fasilitas, dan jaminan energi yang kompetitif. Pergeseran ini menjadi sinyal bahwa keberlanjutan industri tidak bisa bergantung pada ekspektasi teknologi masa depan, tetapi harus dibangun di atas realitas biaya dan kapasitas yang benar-benar bisa dijalankan.

Ringkasan Investasi & Proyek Baja – Minggu II Oktober

Negara/KawasanProyekNilai InvestasiFokus/KapasitasKeterangan
IndiaJindal India Limited – Pabrik Baru Benggala BaratUSD 169 jutaPeningkatan kapasitas gulungan dan pipa baja canai dinginEkspansi kapasitas konvensional, fokus efisiensi energi
TurkiHasçelik – Pabrik Ke-6 Osmaneli€150 jutaProduksi batang & bar efisiensi tinggiTeknologi pemulihan panas, tanpa hidrogen
Eropa (Finlandia)Outokumpun/aModernisasi fasilitas stainless steelFokus efisiensi energi dan digitalisasi, bukan hidrogen
MeksikoFasilitas Hidrogen Hijau Nuevo Leónn/aInfrastruktur energi hijau pendukung industriProyek eksperimental, bukan baja langsung

V. Isu Strategis yang Perlu Dicermati

Pekan kedua Oktober ditandai fase stabilisasi sementara dalam industri baja dunia. Harga tampak stabil, namun masih dibayangi tekanan struktural dari potensi lonjakan ekspor Tiongkokdanmenguatnya proteksionisme di berbagai kawasan. Setelah libur Golden Week, pasar Asia kembali dibanjiri produk murah, sementara Eropa dan Amerika Serikat menutup celah impor melalui tarif tinggi dan pembatasan kuota. Stabilitas harga pekan ini lebih mencerminkan sikap menahan diri pelaku pasar daripada keseimbangan antara pasokan dan permintaan.

Di tengah kondisi itu, proteksionisme kian menjadi kebijakan arus utama. Uni Eropa memperketat safeguard, Amerika Serikat memperluas cakupan AD dan CVD, sedangkan India, Korea, dan Thailand menerapkan langkah perlindungan serupa. Industri baja kini diposisikan sebagai instrumen keamanan ekonomi, bukan sekadar sektor manufaktur biasa. Arus kebijakan ini memberi sinyal kuat bagi Indonesia untuk memperkuat perlindungan industri domestik, mempercepat proses KADI, dan menjalankan kebijakan TKDN secara konsisten agar pasar nasional tidak menjadi sasaran limpahan baja bersubsidi dari luar negeri.

Sementara itu, investasi baja global menunjukkan sikap lebih hati-hati. Banyak proyek green steel ditunda karena biaya tinggi dan ketidakpastian kebijakan karbon. Industri kini lebih memilih fokus pada efisiensi energi dan optimalisasi pabrik yang sudah ada. Kondisi ini memberi ruang bagi negara berkembang, termasuk Indonesia, untuk memperkuat posisi di pasar baja konvensional, sambil tetap menyiapkan diri menghadapi perubahan standar lingkungan tanpa melangkah terlalu cepat yang justru dapat menekan daya saing.

Dengan pasar dunia yang semakin terfragmentasi, kebijakan industri tidak bisa lagi bersifat reaktif terhadap fluktuasi harga dan arus perdagangan. Arah kebijakan harus difokuskan pada penguatan daya saing dan kemandirian jangka panjang. Momentum stabilitas harga saat ini perlu dimanfaatkan untuk memperkuat fondasi produksi, memperluas pasar domestik, serta membangun kapasitas finansial dan teknologi yang lebih tangguh. Indonesia harus memastikan bahwa keberhasilan hilirisasi menjadi pijakan menuju kemandirian industri baja yang berdaya saing dan berkelanjutan.

Sumber Data: SunSirs, CUSteel, SteelMint, Fastmarkets, Eurometal, Steel Market Update (SMU), AISU, Argus/Platts, TradingEconomics, AustralianSteel.com, LME, SFM.