
Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) resmi memulai penyelidikan anti-dumping terhadap impor Hot Rolled Coil (HRC) asal Wuhan Iron & Steel (Group) Co dari Tiongkok. Penyelidikan ini mencakup 18 pos tarif HS 7208 dan diajukan oleh PT Krakatau Posco. Sejak 1 September 2025, KADI memberikan waktu 10 hari kerja bagi pihak-pihak berkepentingan untuk menyampaikan tanggapan. Langkah ini patut diapresiasi karena menunjukkan bahwa negara hadir untuk melindungi industri baja nasional dari praktik perdagangan yang tidak adil.
Namun demikian, langkah positif tersebut tetap menyisakan dua tanda tanya besar bagi pelaku industri. Pertama, apakah proses investigasi bisa dilakukan lebih cepat dan tepat, termasuk melalui penerapan provisional duties, mengingat urgensi yang dihadapi industri baja nasional di tengah praktik dumping yang semakin agresif. Kedua, apakah instrumen anti-dumping saja cukup untuk memenuhi kebutuhan perlindungan, atau justru harus diperluas melalui koordinasi dengan instrumen lain seperti safeguards yang menjadi ranah Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI).
Di sisi lain, masifnya penggunaan instrumen proteksi di banyak negara seolah menutup pintu ekspor bagi Indonesia. Dalam konteks inilah dibutuhkan kejelian pelaku industri dan pemerintah untuk membaca celah ekspor yang muncul ketika trade remedies diberlakukan terhadap banyak negara, tetapi tidak—atau tidak sepenuhnya—diterapkan terhadap Indonesia.
Arus Proteksionisme Global dan Pembelajaran
Gelombang proteksionisme global saat ini ditandai oleh dua hal utama: kecepatan dan cakupan yang semakin meluas. India menjadi contoh paling nyata. Dari pengajuan petisi safeguard pada Desember 2024, pemerintah India hanya butuh tiga bulan untuk memberlakukan provisional safeguard duty sebesar 12% pada April 2025, dan empat bulan kemudian, pada Agustus 2025, keputusan final diterbitkan dengan tarif berjenjang 12%, 11,5%, dan 11% untuk tiga tahun. Kecepatan ini memastikan produsen domestik tidak terlalu lama menanggung kerugian sebelum perlindungan diberlakukan.
Vietnam juga mengambil langkah serupa. Investigasi terhadap baja lapis (coated steel) dimulai sejak November 2023, hanya dalam empat bulan, Kementerian Perindustrian dan Perdagangan (MOIT) sudah menjatuhkan provisional anti-dumping duties untuk memberikan perlindungan sementara. Setelah melalui proses verifikasi lapangan serta konsultasi dengan pelaku industri Vietnam, MOIT akhirnya mengeluarkan keputusan final pada 14 Agustus 2025. Meskipun finalisasi Vietnam memang lebih panjang dibandingkan India, tetapi sejak tahap awal industri domestik sudah mendapat perlindungan berkat penerapan tarif sementara.
Amerika Serikat juga menunjukkan kecepatan serupa dalam menggunakan instrumen perdagangan. Sejak inisiasi penyelidikan terhadap corrosion-resistant steel (CORE) pada Oktober 2024, Departemen Perdagangan AS hanya membutuhkan waktu enam bulan untuk mengeluarkan preliminary determination. Sejak saat itu, eksportir sudah diwajibkan membayar bea masuk dalam bentuk cash deposit, sehingga industri baja AS langsung mendapatkan perlindungan tanpa harus menunggu keputusan final yang baru keluar pada Agustus 2025. Dalam kasus lain, seperti penyelidikan produk temporary steel fencing asal Tiongkok, preliminary duties bahkan diberlakukan lebih cepat, hanya sekitar empat bulan sejak inisiasi.
Pelajaran bagi kita jelas. Di satu sisi, KADI perlu bergerak lebih cepat, termasuk dengan mempertimbangkan provisional duties agar perlindungan bisa langsung dirasakan industri sejak awal proses investigasi.
Selain itu, lonjakan impor yang lebih luas—yang tidak selalu terkait dumping—harus juga ditangani, misal melalui instrumen safeguards oleh KPPI. Data Januari–Mei 2025 menjadi alarm serius: HS7208 naik 29,9%, HS7209 27,8%, HS7210 20,1%, HS7211 33,5%, dan HS7212 naik 31,6%. Kenaikan pada sejumlah pos HS ini dapat menjadi dasar awal bagi KPPI dan pelaku industri untuk mengevaluasi ada tidaknya lonjakan impor dan dampaknya terhadap industri domestik, serta mempertimbangkan penerapan tindakan pengamanan yang sesuai.
Indonesia sebenarnya sudah memiliki modal untuk bergerak lebih cepat. Sejak 2024, KADI mengoperasikan Indonesia Trade Remedies Case Management System (INTEREST), sebuah platform digital untuk mengelola penyelidikan secara daring, mulai dari pengajuan dokumen, distribusi kuesioner, hingga pemantauan perkembangan kasus. Kehadiran INTEREST akan memungkinkan proses investigasi bisa dilakukan lebih efisien dan transparan, mendekati standar kecepatan yang ditunjukkan negara-negara lain.
Masihkah Ada Celah Ekspor di Tengah Tren Proteksionisme?
Sekilas, masifnya proteksionisme global seolah menutup peluang ekspor. Namun kenyataannya, ada kalanya justru terbuka celah ekspor ketika Indonesia tidak termasuk dalam daftar negara yang dikenai trade remedies, atau ketika tarif yang dikenakan relatif lebih rendah dibandingkan negara lain.
Contoh paling nyata adalah India. Ketika safeguard duty diberlakukan pada produk flat steel dari Tiongkok, Jepang, Korea Selatan, dan Vietnam, Indonesia justru dikecualikan karena pangsa impornya masih di bawah 3%. Keputusan ini otomatis menjadi peluang ekspor bagi baja Indonesia ke pasar India pada saat pesaing utama justru dibatasi.
Contoh lain adalah Amerika Serikat. Dalam kebijakan terbaru terkait corrosion-resistant steel (CORE), Indonesia tidak termasuk dalam daftar sepuluh negara yang dikenai bea anti-dumping dan countervailing duties. Artinya, untuk produk tertentu, Indonesia masih memiliki akses lebih baik dibandingkan negara pesaing. Memang benar bahwa tarif Section 232 sebesar 50% tetap berlaku untuk semua negara, termasuk Indonesia. Namun, ketika negara lain terkena bea tambahan di atas tarif dasar, posisi Indonesia relatif lebih kompetitif.
Proteksionisme global merupakan tantangan yang harus dihadapi. Peluang ekspor baru hanya muncul secara selektif ketika Indonesia tidak menjadi sasaran atau diberi perlakuan berbeda. Karena itu, pemerintah dan industri baja nasional harus memiliki kapasitas intelijen dagang yang presisi untuk mengidentifikasi celah-celah tersebut, lalu mengoptimalkannya melalui strategi ekspor yang cermat.
Menata Arah ke Depan
Investigasi anti-dumping yang dilakukan KADI terhadap HRC asal Tiongkok adalah langkah tepat yang layak diapresiasi sebagai bukti keberpihakan negara terhadap industri baja nasional. Tantangan berikutnya adalah bagaimana membuat proteksi lebih cepat melalui provisional duties dan lebih luas melalui penggunaan instrumen safeguards oleh KPPI.
Transformasi digital melalui INTEREST memberi fondasi untuk memperkuat efektivitas penyelidikan. Sistem ini harus benar-benar dimanfaatkan untuk memastikan investigasi tidak hanya transparan, tetapi juga responsif terhadap urgensi pasar.
Di sisi lain, industri baja nasional tidak boleh hanya menunggu proteksi, tetapi juga harus jeli membaca celah ekspor di tengah proteksionisme global. Kasus India dan Amerika Serikat menunjukkan bahwa selalu ada ruang terbatas bagi Indonesia ketika kebijakan protektif negara lain tidak berlaku penuh. Hanya dengan proteksi yang cepat dan luas di dalam negeri serta strategi ekspor yang cermat di luar negeri, Indonesia dapat memastikan industri bajanya dapat bertahan dan tumbuh lebih kuat di tengah perdagangan global yang semakin proteksionis.