
Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) resmi memulai penyelidikan anti dumping terhadap impor produk Hot Rolled Coil (HRC) asal Wuhan Iron & Steel (Group) Co dari China. Penyelidikan ini dilakukan atas permohonan PT Krakatau Posco dan mencakup 18 pos tarif HS 7208. Dalam pengumuman resmi, KADI memberikan waktu 10 hari kerja sejak 1 September 2025 bagi pihak-pihak berkepentingan untuk menyampaikan tanggapan dan partisipasi.
Sementara itu, India menunjukkan bagaimana instrumen trade remedies digunakan secara agresif untuk melindungi industri baja dalam negerinya. Directorate General of Trade Remedies (DGTR) merampungkan penyelidikan safeguard terhadap impor non-alloy dan alloy steel flat products, dengan rekomendasi bea masuk pengamanan selama tiga tahun sebesar 12%, 11,5%, dan 11%. Safeguard ini diarahkan pada lonjakan impor dari produsen besar dunia seperti China, Jepang, Korea Selatan, dan Vietnam yang dinilai menekan produsen baja domestik India. Namun, Indonesia justru dikecualikan dari pengenaan safeguard karena pangsa impornya di bawah 3%, sehingga peluang ekspor baja Indonesia ke India semakin terbuka.
Pengalaman India juga memperlihatkan kecepatan pemerintah dalam bertindak. Petisi safeguard diajukan pada Desember 2024, hanya tiga bulan kemudian pada April 2025 pemerintah sudah memberlakukan provisional safeguard duty sebesar 12%, dan pada Agustus 2025 DGTR mengeluarkan keputusan final. Mekanisme ini memastikan industri tidak dibiarkan menunggu terlalu lama tanpa perlindungan. Bagi Indonesia, pembelajaran pentingnya adalah bahwa KADI perlu mempertimbangkan penerapan provisional antidumping duty. Tanpa langkah ini, penyelidikan yang panjang berisiko membuat produsen nasional terlebih dahulu mengalami kerugian besar, yang pada akhirnya dapat memengaruhi kemampuan mereka untuk terus beroperasi.
Pembelajaran lainnya, baik pelaku industri maupun pemerintah perlu lebih agresif dalam memanfaatkan instrumen trade remedies. Indonesia kini menjadi salah satu sasaran pengalihan ekspor akibat tarif baru Amerika Serikat dan proteksi negara-negara lain yang lebih kuat. Data perdagangan Januari–Mei 2025 menunjukkan lonjakan signifikan impor baja: HS 7208 meningkat 29,9%, HS 7209 naik 27,8%, HS 7210 sebesar 20,1%, HS 7211 naik 33,5%, dan HS 7212 naik 31,6%. Tren ini menjadi alarm serius bahwa tanpa proteksi yang tegas, industri baja nasional berisiko semakin terdesak oleh arus barang impor murah.
Key Takeaways:
Trade remedies kini menjadi instrumen proteksi yang krusial untuk menjaga industri dalam negeri di tengah gelombang proteksionisme global. Penyelidikan anti dumping atas HRC asal China harus dibarengi langkah cepat, sebagaimana ditunjukkan India, agar kerugian industri tidak berlarut. Lonjakan impor baja Januari–Mei 2025 pada berbagai pos tarif menjadi bukti nyata derasnya arus barang masuk yang menuntut respons agresif dari pemerintah dan pelaku industri melalui pemanfaatan trade remedies. Pada saat yang sama, kebijakan protektif negara lain juga dapat membuka ruang ekspor baru bagi Indonesia, seperti kasus safeguard India yang justru memberi peluang lebih besar bagi produk baja nasional.